Rabu, 16 Maret 2011

MUHAMMAD FARIZ RAFS


PANDANGAN HAM MENURUT AGAMA ISLAM

HAM Menurut Konsep Islam
Hak asasi dalam Islam berbeda dengan hak asasi menurut pengertian yang umum dikenal. Sebab seluruh hak merupakan kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah saw pernah bersabda: "Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu." (HR. Bukhari dan Muslim). Maka negara bukan saja menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban memberikan dan menjamin hak-hak ini.
Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan sosial bagi setiap individu tanpa ada perbedaan jenis kelamin, tidak juga perbedaan muslim dan non-muslim. Islam tidak hanya menjadikan itu kewajiban negara, melainkan negara diperintahkan untuk berperang demi melindungi hak-hak ini. Dari sinilah kaum muslimin di bawah Abu Bakar Siddiq ra memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat.
Negara juga menjamin tidak ada pelanggaran terhadap hak-hak ini dari pihak individu. Sebab pemerintah mempunyai tugas sosial yang apabila tidak dilaksanakan berarti tidak berhak untuk tetap memerintah. Allah berfirman:
"Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukannya di muka bumi, niscaya mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah perbuatan munkar. Dan kepada Allah-lah kembali semua urusan." (QS. 22: 4)

Jaminan Hak Pribadi
Jaminan pertama hak-hak pribadi dalam sejarah umat manusia adalah dijelaskan Al-Qur’an:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya... dst." (QS. 24: 27-28)
Dalam menjelaskan ayat ini, Ibnu Hanbal dalam Syarah Tsulatsiyah Musnad Imam Ahmad menjelaskan bahwa orang yang melihat melalui celah-celah pintu atau melalui lubang tembok atau sejenisnya selain membuka pintu, lalu tuan rumah melempar atau memukul hingga mencederai matanya, maka tidak ada hukuman apapun baginya, walaupun ia mampu membayar denda.
Jika mencari aib orang dilarang kepada individu, maka itu dilarang pula kepada negara. Penguasa tidak dibenarkan mencari-cari kesalahan rakyat atau individu masyarakat. Rasulullah saw bersabda: "Apabila pemimpin mencari keraguan di tengah manusia, maka ia telah merusak mereka."  Al-Imam Nawawi dalam Riyadus-Shalihin menceritakan ucapan Umar ibn Khattab ra: "Orang-orang dihukumi dengan wahyu pada masa rasulullah saw. Akan tetapi wahyu telah terhenti. Oleh karenanya kami hanya menghukumi apa yang kami lihat secara lahiriah dari amal perbuatan kalian."
Muhammad Ad-Daghmi dalam At-Tajassus wa Ahkamuhu fi Syari’ah Islamiyah mengungkapkan bahwa para ulama berpendapat bahwa tindakan penguasa mencari-cari kesalahan untuk mengungkap kasus kejahatan dan kemunkaran, menggugurkan upayanya dalam mengungkap kemunkaran itu. Para ulama menetapkan bahwa pengungkapan kemunkaran bukan hasil dari upaya mencari-cari kesalahan yang dilarang agama.
Perbuatan mencari-cari kesalahan sudah dilakukan manakala muhtasib telah berupaya menyelidiki gejala-gejala kemunkaran pada diri seseorang, atau dia telah berupaya mencari-cari bukti yang mengarah kepada adanya perbuatan kemunkaran. Para ulama menyatakan bahwa setiap kemunkaran yang belum tampak bukti-buktinya secara nyata, maka kemunkaran itu dianggap kemunkaran tertutup yang tidak dibenarkan bagi pihak lain untuk mengungkapkannya. Jika tidak, maka upaya pengungkapan ini termasuk tajassus yang dilarang agama.
 
Nash Qur’an dan Sunnah tentang HAM
Meskipun dalam Islam, hak-hak asasi manusia tidak secara khusus memiliki piagam, akan tetapi Al-Qur’an dan As-Sunnah memusatkan perhatian pada hak-hak yang diabaikan pada bangsa lain. Nash-nash ini sangat banyak, antara lain:
  1. Dalam al-Qur’an terdapat sekitar empat puluh ayat yang berbicara mengenai paksaan dan kebencian. Lebih dari sepuluh ayat bicara larangan memaksa, untuk menjamin kebebasan berfikir, berkeyakinan dan mengutarakan aspirasi. Misalnya: "Kebenaran itu datangnya dari Rabb-mu, barangsiapa yang ingin beriman hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin kafir, biarlah ia kafir." (QS. 18: 29)
2.      Al-Qur’an telah mengetengahkan sikap menentang kedzaliman dan orang-orang yang berbuat dzalim dalam sekitar tiga ratus dua puluh ayat, dan memerintahkan berbuat adil dalam lima puluh empat ayat yang diungkapkan dengan kata-kata: ‘adl, qisth dan qishas.
3.      Al-Qur’an mengajukan sekitar delapan puluh ayat tentang hidup, pemeliharaan hidup dan penyediaan sarana hidup. Misalnya: "Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh manusia seluruhnya." (QS. 5: 32).
4.      Al-Qur’an menjelaskan sekitar seratus lima puluh ayat tentang ciptaan dan makhluk-makhluk, serta tentang persamaan dalam penciptaan. Misalnya: "... Orang yang paling mulia diantara kamu adalah yang paling bertawa diantara kamu." (QS. 49: 13).
Dan Rasulullah pun bersabda di dalam hadits Imam Bukhari : “Sungguh orang yang paling ku cintai adalah orang yang paling baik akhlak dan budi pekertinya”
5.      Pada haji wada’ Rasulullah menegaskan secara gamblang tentang hak-hak asasi manusia, pada lingkup muslim dan non-muslim, pemimpin dan rakyat, laki-laki dan wanita. Pada khutbah itu nabi saw juga menolak teori Yahudi mengenai nilai dasar keturunan.
Manusia di mata Islam semua sama, walau berbeda keturunan, kekayaan, jabatan atau jenis kelamin. Ketaqwaan-lah yang membedakan mereka. Rakyat dan penguasa juga memiliki persamaan dalam Islam. Yang demikian ini hingga sekarang belum dicapai oleh sistem demokrasi modern. Nabi saw sebagai kepala negara juga adalah manusia biasa, berlaku terhadapnya apa yang berlaku bagi rakyat. Maka Allah memerintahkan beliau Nabi Muhammad SAW untuk menyatakan: "Katakanlah bahwa aku hanyalah manusia biasa, hanya saja aku diberi wahyu, bahwa Tuhanmu adalah Tuhan yang Esa." (QS. 18: 110).
 
Rumusan HAM dalam Islam
Apa yang disebut dengan hak asasi manusia dalam aturan buatan manusia adalah keharusan (dharurat) yang mana masyarakat tidak dapat hidup tanpa dengannya. Para ulama muslim mendefinisikan masalah-masalah dalam kitab Fiqh yang disebut sebagai Ad-Dharurat Al-Khams, dimana ditetapkan bahwa tujuan akhir syari’ah Islam adalah menjaga akal, agama, jiwa, kehormatan dan harta benda manusia.
Nabi saw telah menegaskan hak-hak ini dalam suatu pertemuan besar internasional, yaitu pada haji wada’. Dari Abu Umamah bin Tsa’labah, nabi saw bersabda: "Barangsiapa merampas hak seorang muslim, maka dia telah berhak masuk neraka dan haram masuk surga." Seorang lelaki bertanya: "Walaupun itu sesuatu yang kecil, wahai rasulullah ?" Beliau menjawab: "Walaupun hanya sebatang kayu arak." (HR. Muslim).
Islam berbeda dengan sistem lain dalam hal bahwa hak-hak manusia sebagai hamba Allah tidak boleh diserahkan dan bergantung kepada penguasa dan undang-undangnya. Tetapi semua harus mengacu pada hukum Allah. Sampai kepada soal shadaqah tetap dipandang sebagaimana hal-hal besar lain. Misalnya Allah melarang bershadaqah (berbuat baik) dengan hal-hal yang buruk. "Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya..." (QS. 2: 267).



Hak-hak Alamiah
Hak-hak alamiah manusia telah diberikan kepada seluruh ummat manusia sebagai makhluk yang diciptakan dari unsur yang sama dan dari sumber yang sama pula (lihat QS. 4: 1, QS. 3: 195).
a. Hak Hidup
Allah menjamin kehidupan, diantaranya dengan melarang pembunuhan dan meng-qishas pembunuh (lihat QS. 5: 32, QS. 2: 179). Bahkan hak mayit pun dijaga oleh Allah. Misalnya hadist nabi: "Apabila seseorang mengkafani mayat saudaranya, hendaklah ia mengkafani dengan baik." Atau "Janganlah kamu mencaci-maki orang yang sudah mati. Sebab mereka telah melewati apa yang mereka kerjakan." (Keduanya HR. Bukhari).
b. Hak Kebebasan Beragama dan Kebebasan Pribadi
Kebebasan pribadi adalah hak paling asasi bagi manusia, dan kebebasan paling suci adalah kebebasan beragama dan menjalankan agamanya, selama tidak mengganggu hak-hak orang lain. Firman Allah: "Dan seandainya Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman orang di muka bumi seluruhnya. Apakah kamu memaksa manusia supaya mereka menjadi orang beriman semuanya?" (QS. 10: 99).
Untuk menjamin kebebasan kelompok, masyarakat dan antara negara, Allah memerintahkan memerangi kelompok yang berbuat aniaya terhadap kelompok lain (QS. 49: 9). Begitu pula hak beribadah kalangan non-muslim. Khalifah Abu Bakar menasehati Yazid ketika akan memimpin pasukan: "Kamu akan menemukan kaum yang mempunyai keyakinan bahwa mereka tenggelam dalam kesendirian beribadah kepada Allah di biara-biara, maka biarkanlah mereka." Khalid bin Walid melakukan kesepakatan dengan penduduk Hirah untuk tidak mengganggu tempat peribadahan (gereja dan sinagog) mereka serta tidak melarang upacara-upacaranya.
Kerukunan hidup beragama bagi golongan minoritas diatur oleh prinsip umum ayat "Tidak ada paksaan dalam beragama." (QS. 2: 256).
Sedangkan dalam masalah sipil dan kehidupan pribadi (ahwal syakhsiyah) bagi mereka diatur syari’at Islam dengan syarat mereka bersedia menerimanya sebagai undang-undang. Firman Allah: "Apabila mereka (orang Yahudi) datang kepadamu minta keputusan, berilah putusan antara mereka atau biarkanlah mereka. Jika engkau biarkan mereka, maka tidak akan mendatangkan mudharat bagimu. Jika engkau menjatuhkan putusan hukum, hendaklah engkau putuskan dengan adil. Sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang yang adil." (QS. 5: 42). Jika mereka tidak mengikuti aturan hukum yang berlaku di negara Islam, maka mereka boleh mengikuti aturan agamanya - selama mereka berpegang pada ajaran yang asli. Firman Allah: "Dan bagaimana mereka mengangkat kamu sebagai hakim, sedangkan ada pada mereka Taurat yang di dalamnya ada hukum Allah? Kemudian mereka tidak mengindahkan keputusanmu. Sesungguhnya mereka bukan orang-orang yang beriman ." (QS.5: 7).
c. Hak Bekerja
Islam tidak hanya menempatkan bekerja sebagai hak tetapi juga kewajiban. Bekerja merupakan kehormatan yang perlu dijamin. Nabi saw bersabda: "Tidak ada makanan yang lebih baik yang dimakan seseorang daripada makanan yang dihasilkan dari usaha tangannya sendiri." (HR. Bukhari). Dan Islam juga menjamin hak pekerja, seperti terlihat dalam hadist: "Berilah pekerja itu upahnya sebelum kering keringatnya." (HR. Ibnu Majah).
2. Hak Hidup
Islam melindungi segala hak yang diperoleh manusia yang disyari’atkan oleh Allah. Diantara hak-hak ini adalah :
a. Hak Pemilikan
Islam menjamin hak pemilikan yang sah dan mengharamkan penggunaan cara apapun untuk mendapatkan harta orang lain yang bukan haknya, sebagaimana firman Allah: "Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan bathil dan janganlah kamu bawa urusan harta itu kepada hakim agar kamu dapat memakan sebagian harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa padahal kamu mengetahuinya." (QS. 2: 188). Oleh karena itulah Islam melarang riba dan setiap upaya yang merugikan hajat manusia. Islam juga melarang penipuan dalam perniagaan. Sabda nabi saw: "Jual beli itu dengan pilihan selama antara penjual dan pembeli belum berpisah. Jika keduanya jujur dalam jual-beli, maka mereka diberkahi. Tetapi jika berdusta dan menipu berkah jual-bei mereka dihapus." (HR. Al-Khamsah)
Islam juga melarang pencabutan hak milik yang didapatkan dari usaha yang halal, kecuali untuk kemashlahatan umum dan mewajibkan pembayaran ganti yang setimpal bagi pemiliknya. Sabda nabi saw: "Barangsiapa mengambil hak tanah orang lain secara tidak sah, maka dia dibenamkan ke dalam bumi lapis tujuh pada hari kiamat." Pelanggaran terhadap hak umum lebih besar dan sanksinya akan lebih berat, karena itu berarti pelanggaran tehadap masyarakat secara keseluruhan.
b. Hak Berkeluarga
Allah menjadikan perkawinan sebagai sarana mendapatkan ketentraman. Bahkan Allah memerintahkan para wali mengawinkan orang-orang yang bujangan di bawah perwaliannya (QS. 24: 32). Allah menentukan hak dan kewajiban sesuai dengan fithrah yang telah diberikan pada diri manusia dan sesuai dengan beban yang dipikul individu.
Pada tingkat negara dan keluarga menjadi kepemimpinan pada kepala keluarga yaitu kaum laki-laki. Inilah yang dimaksudkan sebagai kelebihan laki-laki atas wanita (QS. 4: 34). Tetapi dalam hak dan kewajiban masing-masing memiliki beban yang sama. "Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf, akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dari istrinya." (QS. 2: 228)
c. Hak Keamanan
Dalam Islam, keamanan tercermin dalam jaminan keamanan mata pencaharian dan jaminan keamanan jiwa serta harta benda. Firman Allah: "Allah yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan." (QS. Quraisy: 3-4).
Diantara jenis keamanan adalah dilarangnya memasuki rumah tanpa izin (QS. 24: 27). Jika warga negara tidak memiliki tempat tinggal, negara berkewajiban menyediakan baginya. Termasuk keamanan dalam Islam adalah memberi tunjangan kepada fakir miskin, anak yatim dan yang membutuhkannya. Oleh karena itulah, Umar bin Khattab ra menerapkan tunjangan sosial kepada setiap bayi yang lahir dalam Islam baik miskin ataupun kaya. Dia berkata: "Demi Allah yang tidak ada sembahan selain Dia, setiap orang mempunyai hak dalam harta negara ini, aku beri atau tidak aku beri." (Abu Yusuf dalam Al-Kharaj). Umar ibn Khattab ra jugalah yang membawa seorang Yahudi tua miskin ke petugas Baitul-Maal untuk diberikan shadaqah dan dibebaskan dari jizyah.
Bagi para terpidana atau tertuduh mempunyai jaminan keamanan untuk tidak disiksa atau diperlakukan semena-mena. Peringatan rasulullah saw: "Sesungguhnya Allah menyiksa orang-orang yang menyiksa manusia di dunia." (HR. Al-Khamsah). Islam memandang gugur terhadap keputusan yang diambil dari pengakuan kejahatan yang tidak dilakukan. Sabda nabi saw: "Sesungguhnya Allah menghapus dari ummatku kesalahan dan lupa serta perbuatan yang dilakukan paksaan" (HR. Ibnu Majah).
Diantara jaminan keamanan adalah hak mendapat suara politik. Ketika ada warga tertindas yang mencari suara ke negeri yang masuk wilayah Darul Islam. Dan masyarakat muslim wajib memberi suara dan jaminan keamanan kepada mereka bila mereka meminta. Firman Allah: "Dan jika seorang dari kaum musyrikin minta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ke tempat yang aman baginya." (QS. 9: 6).

d. Hak Keadilan
Diantara hak setiap orang adalah hak mengikuti aturan syari’ah dan diberi putusan hukum sesuai dengan syari’ah (QS. 4: 79). Dalam hal ini juga hak setiap orang untuk membela diri dari tindakan tidak adil yang dia terima. Firman Allah swt: "Allah tidak menyukai ucapan yang diucapkan terus-terang kecuali oleh orang yang dianiaya." (QS. 4: 148).
Merupakan hak setiap orang untuk meminta perlindungan kepada penguasa yang sah yang dapat memberikan perlindungan dan membelanya dari bahaya atau kesewenang-wenangan. Bagi penguasa muslim wajib menegakkan keadilan dan memberikan jaminan keamanan yang cukup. Sabda nabi saw: "Pemimpin itu sebuah tameng, berperang dibaliknya dan berlindung dengannya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Termasuk hak setiap orang untuk mendapatkan pembelaan dan juga mempunyai kewajiban membela hak orang lain dengan kesadarannya. Rasulullah saw bersabda: "Maukah kamu aku beri tahu saksi yang palng baik? Dialah yang memberi kesaksian sebelum diminta kesaksiannya." (HR. Muslim, Abu Daud, Nasa’i dan Tirmidzi). Tidak dibenarkan mengambil hak orang lain untuk membela dirinya atas nama apapun. Sebab rasulullah menegaskan: "Sesungguhnya pihak yang benar memiliki pembelaan." (HR. Al-Khamsah). Seorang muslim juga berhak menolak aturan yang bertentangan dengan syari’ah, dan secara kolektif diperintahkan untuk mengambil sikap sebagai solidaritas terhadap sesama muslim yang mempertahankan hak.
e. Hak Saling Membela dan Mendukung
Kesempurnaan iman diantaranya ditunjukkan dengan menyampaikan hak kepada pemiliknya sebaik mungkin, dan saling tolong-menolong dalam membela hak dan mencegah kedzaliman. Bahkan rasul melarang sikap mendiamkan sesama muslim, memutus hubungan relasi dan saling berpaling muka. Sabda nabi saw: "Hak muslim terhadap muslim ada lima: menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengantar ke kubur, memenuhi undangan dan mendoakan bila bersin." (HR. Bukhari).
f. Hak Keadilan dan Persamaan
Allah mengutus rasulullah untuk melakukan perubahan sosial dengan mendeklarasikan persamaan dan keadilan bagi seluruh umat manusia (lihat QS. Al-Hadid: 25, Al-A’raf: 157 dan An-Nisa: 5). Manusia seluruhnya sama di mata hukum. Sabda nabi saw: "Seandainya Fathimah anak dari sang Nabi Muhammad SAW mencuri, pasti aku potong tangannya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Pada masa rasulullah banyak kisah tentang kesamaan dan keadilan hukum ini. Misalnya kasus putri bangsawan dari suku Makhzum yang mencuri lalu dimintai keringanan hukum oleh Usamah bin Zaid, sampai kemudian rasul menegur dengan: "... Apabila orang yang berkedudukan di antara kalian melakukan pencurian, dia dibiarkan. Akan tetapi bila orang lemah yang melakukan pencurian, mereka memberlakukan hukum kriminal..." Juga kisah raja Jabalah Al-Ghassani masuk Islam dan melakukan penganiayaan saat haji, Umar ibn Khattab ra  tetap memberlakukan hukum meskipun ia seorang raja. Atau kisah Ali ibn Abu Thalib ra yang mengadukan seorang Yahudi mengenai tameng perangnya, dimana Yahudi akhirnya memenangkan perkara.
Umar ibn Khattab ra pernah berpesan kepada Abu Musa Al-Asy’ari ketika mengangkatnya sebagai Qadli: "Perbaikilah manusia di hadapanmu, dalam majlismu, dan dalam pengadilanmu. Sehingga seseorang yang berkedudukan tidak mengharap kedzalimanmu dan seorang yang lemah tidak putus asa atas keadilanmu."
 
Tentang Kebebasan Mengecam Syari’ah
Sebagian orang mengajak kepada kebebasan berpendapat, termasuk mengemukakan kritik terhadap kelayakan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai pegangan hidup manusia modern. Disana terdengar suara menuntut persamaan hak laki-laki dengan wanita, kecaman terhadap poligami, tuntutan akan perkawinan campur (muslim-non muslim). Dan bahkan mereka mengajak pada pemahaman Al-Qur’an dengan mengubah inti misi Al-Qur’an.
Orang-orang dengan pandangan seperti ini pada dasarnya telah menempatkan dirinya keluar dari agama Islam (riddah) yang ancaman hukumannya sangat berat. Namun jika mayoritas ummat Islam menghendaki hukuman syari’ah atas mereka, maka jawaban mereka adalah bahwa Al-Qur’an tidak menyebutkan sanksi riddah. Dengan kata lain mereka ingin mengatakan bahwa sunnah nabi saw. Tidak memiliki kekuatan legal dalam syari’ah, termasuk sanksi riddah itu.
Untuk menjawab hal ini ada beberapa hal penting yang harus dipahami, yaitu :
1.      Kebebasan yang diartikan dengan kebebasan tanpa kendali dan ikatan tidak akan dapat ditemukan di masyarakat manapun. Ikatan dan kendali ini diantaranya adalah tidak dibenarkannya keluar dari aturan umum dalam negara. Maka tidak ada kebebasan mengecam hal-hal yang dipandang oleh negara sebagai pilar-pilar pokok bagi masyarakat.
2.      Islam tidak memaksa seseorang untuk masuk ke dalam Islam, melainkan menjamin kebebasan kepada non-muslim untuk menjalankan syari’at agamanya meskipun bertentangan dengan ajaran Islam. Oleh sebab itu, manakala ada seorang muslim yang mengklaim bahwa agamanya tidak sempurna, berarti ia telah melakukan kesalahan yang diancam oleh rasulullah saw: "Barangsiapa mengganti agamanya, maka bunuhlah ia." (HR. Bukhari dan Muslim).
3.      Meskipun terdapat kebebasan dalam memeluk Islam, tidak berarti bagi orang yang telah masuk Islam mempunyai kebebasan untuk merubah hukum-hukum yang ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
4.      Dalam Islam tidak ada konsep rahasia di tangan orang suci, dan tidak ada pula kepercayaan yang bertentangan dengan penalaran akal sehat seperti Trinita dan Kartu Ampunan. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi penentang Islam untuk keluar dari Islam atau melakukan perubahan terhadap Islam.
5.      Islam mengakui bahwa agama Ahli Kitab. Dari sini Islam membolehkan laki-laki muslim menikahi wanita Ahli Kitab, karena garis nasab dalam Islam ada di tangan laki-laki.
6.      Sanksi riddah tidak dijelaskan dalam Al-Qur’an sebagaimana ibadah dan muamalah lainnya. Al-Qur’an hanya menjelaskan globalnya saja dan menugaskan rasulullah saw menjelaskan rincian hukum dan kewajiban. Firman Allah: "Dan telah Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menjelaskan kepada ummat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkannya." (QS. 16: 44). k

MAKALAH PKN TENTANG HAM


BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang Masalah
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam   penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat makalah tentang HAM. Maka dengan ini penulis mengambil judul “Hak Asasi Manusia”.

2.       Identifikasi Masalah
Dalam makalah ini penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
  1. Pengertian HAM
  2. Perkembangan HAM
  3. HAM dalam tinjauan Islam
  4. Contoh-contoh pelanggaran HAM

3.      Batasan Masalah
Agar masalah pembahasan tidak terlalu luas dan lebih terfokus pada masalah dan tujuan dalam hal ini pembuatan makalah ini, maka dengan ini penyusun membatasi masalah hanya pada ruang lingkup HAM.


4.      Metode Pembahasan
Dalam hal ini penulis menggunakan:
1.      Metode deskritif, sebagaimana ditunjukan oleh namanya, pembahasan ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau kelompok orang tertentu atau gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antara dua gejala atau lebih (Atherton dan Klemmack: 1982).
2.      Penelitian kepustakaan, yaitu Penelitian yang dilakukan melalui kepustakaan, mengumpulkan data-data dan keterangan melalui buku-buku dan bahan lainnya yang ada hubungannya dengan masalah-masalah yang diteliti.
















BAB II
HAK ASASI MANUSIA (HAM)

  1. Pengertian Dan Ciri Pokok Hakikat HAM
Pengertian
Ø  HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya (Kaelan: 2002).
Ø  Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
Ø  John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994).
Ø  Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”

Ciri Pokok Hakikat HAM
Berdasarkan beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa ciri pokok hakikat HAM yaitu:
Ø  HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
Ø  HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa.
Ø  HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah Negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM (Mansyur Fakih, 2003).

2.      Perkembangan Pemikiran HAM
Ø  Dibagi dalam 4 generasi, yaitu :
v  Generasi pertama berpendapat bahwa pemikiran HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik. Fokus pemikiran HAM generasi pertama pada bidang hukum dan politik disebabkan oleh dampak dan situasi perang dunia II, totaliterisme dan adanya keinginan Negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan sesuatu tertib hukum yang baru.
v  Generasi kedua pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis melainkan juga hak-hak sosial, ekonomi, politik dan budaya. Jadi pemikiran HAM generasi kedua menunjukan perluasan pengertian konsep dan cakupan hak asasi manusia. Pada masa generasi kedua, hak yuridis kurang mendapat penekanan sehingga terjadi ketidakseimbangan dengan hak sosial-budaya, hak ekonomi dan hak politik.
v  Generasi ketiga sebagai reaksi pemikiran HAM generasi kedua. Generasi ketiga menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum dalam suatu keranjang yang disebut dengan hak-hak melaksanakan pembangunan. Dalam pelaksanaannya hasil pemikiran HAM generasi ketiga juga mengalami ketidakseimbangan dimana terjadi penekanan terhadap hak ekonomi dalam arti pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama, sedangkan hak lainnya terabaikan sehingga menimbulkan banyak korban, karena banyak hak-hak rakyat lainnya yang dilanggar.
v  Generasi keempat yang mengkritik peranan negara yang sangat dominant dalam proses pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan menimbulkan dampak negative seperti diabaikannya aspek kesejahteraan rakyat. Selain itu program pembangunan yang dijalankan tidak berdasarkan kebutuhan rakyat secara keseluruhan melainkan memenuhi kebutuhan sekelompok elit. Pemikiran HAM generasi keempat dipelopori oleh Negara-negara di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi manusia yang disebut Declaration of the basic Duties of Asia People and Government


Ø  Perkembangan pemikiran HAM dunia bermula dari:
1.      Magna Charta
Pada umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM di kawasan Eropa dimulai dengan lahirnya magna Charta yang antara lain memuat pandangan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolute (raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat dengan hukum yang dibuatnya), menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat diminta pertanggung jawabannya dimuka hukum(Mansyur Effendi,1994).

2.      The American declaration
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration of Independence yang lahir dari paham Rousseau dan Montesquuieu. Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir ia harus dibelenggu.

3.      The French declaration
Selanjutnya, pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration (Deklarasi Perancis), dimana ketentuan tentang hak lebih dirinci lagi sebagaimana dimuat dalam The Rule of Law yang antara lain berbunyi tidak boleh ada penangkapan tanpa alasan yang sah. Dalam kaitan itu berlaku prinsip presumption of innocent, artinya orang-orang yang ditangkap, kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah, sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah.

4.      The four freedom
Ada empat hak kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat, hak kebebasan memeluk agama dan beribadah sesuai dengan ajaran agama yang diperlukannya, hak kebebasan dari kemiskinan dalam Pengertian setiap bangsa berusaha mencapai tingkat kehidupan yang damai dan sejahtera bagi penduduknya, hak kebebasan dari ketakutan, yang meliputi usaha, pengurangan persenjataan, sehingga tidak satupun bangsa berada dalam posisi berkeinginan untuk melakukan serangan terhadap Negara lain ( Mansyur Effendi,1994).
Ø  Perkembangan pemikiran HAM di Indonesia:
v  Pemikiran HAM periode sebelum kemerdekaan yang paling menonjol pada Indische Partij adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakukan yang sama hak kemerdekaan.
v  Sejak kemerdekaan tahun 1945 sampai sekarang di Indonesia telah berlaku 3 UUD dalam 4 periode, yaitu:
1.      Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, berlaku UUD 1945
2.      Periode 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950, berlaku konstitusi Republik Indonesia Serikat
3.      Periode 17 Agustus sampai 5 Juli 1959, berlaku UUD 1950
4.      Periode 5 Juli 1959 sampai sekarang, berlaku Kembali UUD 1945

3.      HAM Dalam Tinjauan Islam
Adanya ajaran tentang HAM dalam Islam menunjukan bahwa Islam sebagai agama telah menempatkan manusia sebagai makhluk terhormat dan mulia. Oleh karena itu, perlindungan dan penghormatan terhadap manusia merupakan tuntutan ajaran itu sendiri yang wajib dilaksanakan oleh umatnya terhadap sesama manusia tanpa terkecuali. Hak-hak yang diberikan Allah itu bersifat permanent, kekal dan abadi, tidak boleh dirubah atau dimodifikasi (Abu A’la Almaududi, 1998). Dalam Islam terdapat dua konsep tentang hak, yakni hak manusia (hak al insan) dan hak Allah. Setiap hak itu saling melandasi satu sama lain. Hak Allah melandasi manusia dan juga sebaliknya. Dalam aplikasinya, tidak ada satupun hak yang terlepas dari kedua hak tersebut, misalnya sholat. Sementara dalam hal al insan seperti hak kepemilikan, setiap manusia berhak untuk mengelola harta yang dimilikinya.
Konsep islam mengenai kehidupan manusia didasarkan pada pendekatan teosentris (theocentries) atau yang menempatkan Allah melalui ketentuan syariatnya sebagai tolak ukur tentang baik buruk tatanan kehidupan manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakjat atau warga bangsa. Dengan demikian konsep Islam tentang HAM berpijak pada ajaran tauhid. Konsep tauhid mengandung ide persamaan dan persaudaraan manusia. Konsep tauhid juga mencakup ide persamaan dan persatuan semua makhluk yang oleh Harun Nasution dan Bahtiar Effendi disebut dengan ide perikemakhlukan. Islam datang secara inheren membawa ajaran tentang HAM, ajaran islam tentang HAM dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadits yang merupakan sumber ajaran normative, juga terdapat praktek kehidupan umat islam.
Dilihat dari tingkatannya, ada 3 bentuk HAM dalam Islam, pertama, Hak Darury (hak dasar). Sesuatu dianggap hak dasar apabila hak tersebut dilanggar, bukan hanya membuat manusia sengsara, tetapi juga eksistensinya bahkan hilang harkat kemanusiaannya. Sebagai misal, bila hak hidup dilanggar maka berarti orang itu mati. Kedua, hak sekunder (hajy) yakni hak-hak yang bila tidak dipenuhi akan berakibat hilangnya hak-hak elementer misalnya, hak seseorang untuk memperoleh sandang pangan yang layak maka akan mengakibatkan hilangnya hak hidup. Ketiga hak tersier (tahsiny) yakni hak yang tingkatannya lebih rendah dari hak primer dan sekunder (Masdar F. Mas’udi, 2002)
Mengenai HAM yang berkaitan dengan hak-hak warga Negara, Al Maududi menjelaskan bahwa dalam Islam hak asasi pertama dan utama warga negara adalah:
1.      Melindungi nyawa, harta dan martabat mereka bersama-sama dengan jaminan bahwa hak ini tidak kami dicampuri, kecuali dengan alasan-alasan yang sah dan ilegal.
2.      Perlindungan atas kebebasan pribadi. Kebebasan pribadi tidak bisa dilanggar kecuali setelah melalui proses pembuktian yang meyakinkan secara hukum dan memberikan kesempatan kepada tertuduh untuk mengajukan pembelaan
3.      Kemerdekaan mengemukakan pendapat serta menganut keyakinan masing-masing
4.      Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok bagi semua warga negara tanpa membedakan kasta atau keyakinan. Salah satu kewajiban zakat kepada umat Islam, salah satunya untuk memenuhi kebutuhan pokok warga negara.

4.      HAM Dalam Perundang-Undangan Nasional
Dalam perundang-undangan RI paling tidak terdapat bentuk hukum tertulis yang memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam konstitusi (UUD Negara). Kedua, dalam ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga, dalam Undang-undang. Keempat, dalam peraturan pelaksanaan perundang-undangan seperti peraturan pemerintah, keputusan presiden dan peraturan pelaksanaan lainnya.
Kelebihan pengaturan HAM dalam konstitusi memberikan jaminan yang sangat kuat karena perubahan dan atau penghapusan satu pasal dalam konstitusi seperti dalam ketatanegaraan di Indonesia mengalami proses yang sangat berat dan panjang, antara lain melalui amandemen dan referendum, sedangkan kelemahannya karena yang diatur dalam konstitusi hanya memuat aturan yang masih global seperti ketentuan tentang HAM dalam konstitusi RI yang masih bersifat global. Sementara itu bila pengaturan HAM dalam bentuk Undang-undang dan peraturan pelaksanaannya kelemahannya, pada kemungkinan seringnya mengalami perubahan.

5.      Pelanggaran HAM dan pengadilan HAM
Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja ataupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang berlaku (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM). Sedangkan bentuk pelanggaran HAM ringan selain dari kedua bentuk pelanggaran HAM berat itu.
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis dan kelompok agama. Kejahatan genosida dilakukan dengan cara membunuh anggota kelompok, mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok, menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya, memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok, dan memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM).
Sementara itu kejahatan kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut tujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional, penyiksaan, perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara, penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional, penghilangan orang secara paksa, dan kejahatan apartheid.
Pelanggaran terhadap HAM dapat dilakukan oleh baik aparatur negara maupun bukan aparatur negara (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM). Karena itu penindakan terhadap pelanggaran HAM tidak boleh hanya ditujukan terhadap aparatur negara, tetapi juga pelanggaran yang dilakukan bukan oleh aparatur negara. Penindakan terhadap pelanggaran HAM mulai dari penyelidikan, penuntutan, dan persidangan terhadap pelanggaran yang terjadi harus bersifat non-diskriminatif dan berkeadilan. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan pengadilan umum.

6.      Penaggung jawab dalam penegakan (respection), pemajuan (promotion), perlindungan (protection) dan pemenuhan (fulfill) HAM.
Tanggung jawab pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM tidak saja dibebankan kepada negara, melainkan juga kepada individu warga negara. Artinya negara dan individu sama-sama memiliki tanggung jawab terhadap pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM. Karena itu, pelanggaran HAM sebenarnya tidak saja dilakukan oleh negara kepada rakyatnya, melainkan juga oleh rakyat kepada rakyat yang disebut dengan pelanggaran HAM secara horizontal.

7.      Contoh-Contoh Kasus Pelanggaran HAM
1.      Terjadinya penganiayaan pada praja STPDN oleh seniornya dengan dalih pembinaan yang menyebabkan meninggalnya Klip Muntu pada tahun 2003.
2.      Dosen yang malas masuk kelas atau malas memberikan penjelasan pada suatu mata kuliah kepada mahasiswa merupakan pelanggaran HAM ringan kepada setiap mahasiswa.
3.      Para pedagang yang berjualan di trotoar merupakan pelanggaran HAM terhadap para pejalan kaki, sehingga menyebabkan para pejalan kaki berjalan di pinggir jalan sehingga sangat rentan terjadi kecelakaan.
4.      Para pedagang tradisioanal yang berdagang di pinggir jalan merupakan pelanggaran HAM ringan terhadap pengguna jalan sehingga para pengguna jalan tidak bisa menikmati arus kendaraan yang tertib dan lancar.
5.      Orang tua yang memaksakan kehendaknya agar anaknya masuk pada suatu jurusan tertentu dalam kuliahnya merupakan pelanggaran HAM terhadap anak, sehingga seorang anak tidak bisa memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya.









BAB III
PENUTUP

1.      Kesimpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.
HAM setiap individu dibatasi oleh HAM orang lain. Dalam Islam, Islam sudah lebih dulu memperhatikan HAM. Ajaran Islam tentang Islam dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran Islam itu yaitu Al-Qur’an dan Hadits yang merupakan sumber ajaran normatif, juga terdapat dalam praktik kehidupan umat Islam.
Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM.

2.      Saran-saran
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain. Dalam menjaga HAM maka kita harus mampu menyelaraskan dan mengimbangi antara HAM kita dengan HAM orang lain.